Sebagian orang dengan mudahnya mengucapkan nadzar. Perlu diketahui, nadzar adalah bagian dari ibadah, bukan hanya sekadar ucapan tanpa konsekuensi apa-apa. Oleh karena itu penting untuk diketahui tentang hukum-hukum terkait nadzar. Dalam edisi ini, pembaca bisa menyimak hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan masalah nadzar.
Nadzar adalah ucapan seseorang yang mewajibkan kepada dirinya sendiri untuk melakukan suatu aktifitas ibadah yang hukum asalnya ibadah tersebut bukan merupakan kewajiban. Ucapan nadzar dan penunaiannya termasuk ibadah yang hanya boleh ditujukan kepada Allah Ta’ala saja.
Nadzar Termasuk Ibadah
Di antara dalil yang menunjukkan nadzar merupakan ibadah adalah firman Allah Ta’ala dalam Al Qur’an yang artinya, “Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al Insan :7)
Sisi pendalilan dari ayat ini yaitu ketika Allah memuji orang-orang yang menunaikan nadzar. Tidaklah Allah memuji kecuali pada perbuatan mengamalkan yang wajib dan sunnah atau meninggalkan suatu keharaman. Pujian Allah menunjukkan bahwa Allah mencintai dan meridhai perbuatan tersebut. Kesimpulannya, nadzar adalah termasuk ibadah yang harus ditujukan kepada Allah.
Selain itu Allah juga memerintahkan para hamba-Nya untuk menyempurnakan nadzar. Allah berfirman yang artinya, “Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)” (QS. Al Hajj : 29). Perintah untuk menyempurnakan nadzar menunjukkan bahwa nadzar adalah ibadah. (Lihat Al Qaulul Mufiid fii Syarh Kitabi At Tauhid)
Nadzar Untuk Selain Allah Adalah Syirik
Telah menjadi ketentuan pokok dalam permasalahan tauhid, segala bentuk ibadah mutlak hanya boleh ditujukan kepada Allah saja dan tidak boleh ditujukan kepada selain-Nya. Nadzar adalah sebuah ibadah dan ibadah tidak boleh ditujukan kepada selain Allah Ta’ala. Jika sebuah ibadah ditujukan kepada selain Allah, maka termasuk syirik. Contoh seseorang bernadzar yang ditujukan kepada salah seorang wali, “Jika saya sembuh, saya bernadzar untuk menyembelih seokor sapi yang saya tujukan untuk wali Fulan”. Atau sebuah ibadah yang dzatnya ditujukan kepada Allah tapi motivasinya karena selain Allah, maka hal tersebut juga termasuk kesyirikan. Dengan kata lain, tatkala motivasi utama dilakukannya ibadah tersebut adalah untuk selain Allah, seperti ingin memperoleh pujian dan sanjungan, maka pelakunya telah terjerumus ke dalam jurang kesyirikan. Wal ‘iyadzu biillah.
Berdasarkan ketentuan yang telah disebutkan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa seorang yang melakukan nadzar dengan niat atau motivasi selain Allah, maka dirinya telah melakukan kesyirikan karena telah memalingkan ibadah kepada selain Allah. Barangsiapa yang memalingkannya kepada selain Allah maka dia telah berbuat syirik.
Macam-macam Nadzar
Ditinjau dari sebabnya, nadzar dibagi menjadi dua:
(1). Nadzar mutlaq. Yaitu seseorang mewajibkan dirinya untuk melakukan ketaatan tanpa memberikan syarat tertentu. Contohnya, seseorang yang berkata: “Saya bernadzar untuk melakukan shalat malam selama satu bulan”. Maka wajib baginya untuk melaksanakan shalat malam selama satu bulan.
(2). Nadzar muqayyad. Yaitu seseorang mewajibkan dirinya untuk melakukan ketaatan jika permintaanya dikabulkan Allah. Contohnya, seseorang yang berkata: “Saya akan berpuasa selama satu bulan jika saya lulus ujian”. Maka wajib baginya untuk berpuasa selama satu bulan jika dia berhasil lulus ujian.
Nadzar muqayyad hukumnya makruh, bahkan sebagian ulama mengharamkannya. Alasannya, karena seorang yang bernadzar seperti ini seolah–olah tidak yakin bahwa Allah akan memenuhi keinginannya kecuali jika dia memberikan ganti dengan melakukan ibadah tertentu. Yang demikian ini merupakan buruk sangka terhadap Allah Ta’ala. Hal ini juga menunjukkan kebakhilan seseorang, karena ketaatan/kebaikan asalnya dikerjakan dengan bersegera, namun seseorang yang bernadzar muqayyad mensyaratkan keinginannya terpenuhi terlebih dahulu untuk melakukan ketaatan tertentu. Perbuatan seperti tidak layak dilakukan oleh seorang muslim.
Adapaun ditinjau dari tujuannya, nadzar juga dibagi menjadi dua :
(1). Nadzar untuk ditujukan kepada Allah. Inilah yang benar. Karena nadzar merupakan ibadah dan harus ditujukan kepada Allah saja.
(2). Nadzar untuk ditujukan kepada selain Allah. Ini merupakan perbuatan kesyirikan. Seperti nadzar ditujukan kepada jin, Nyi Roro Kidul, Syaikh Abdul Qadir Jailiani, dan sebagainya. Nadzar seperti ini termasuk perbuatan syirik akbar serta pelakunya kafir dan keluar dari Islam. (Lihat At-Tamhiid Syarh li Kitabi At Tauhid)
Hukum Menunaikan Nadzar
Seseorang yang sudah mengucapkan nadzar, hukum asalnya dia wajib menunaikan nadzarnya tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bernadzar untuk mentaati Allah, maka wajib mentaatinya. Akan tetapi barangsiapa yang bernadzar untuk bermaksiat kepada-Nya maka janganlah melakukan maksiat tersebiut“ (H.R Bukhari). Secara rinci, hukum menunaikan nadzar adalah sebagai berikut :
(1). Jika nadzarnya berupa amalan ibadah atau ketaatan kepada Allah, maka wajib untuk menunaikan nadzar tersebut dan berdosa jika tidak melakukannya. Jika dia melanggar atau tidak menunaikannya maka wajib membayar kaffarah (denda).
(2). Jika nadzarnya berupa aktifitas yang mubah dan bukan termasuk ibadah, maka dalam hal ini dia boleh memilih menunaikan nadzarnya atau membayar kaffarah.
(3). Jika nadzarnya berupa aktifitas yang hukumnya makruh, hukumnya sama dengan nadzar dalam perkara yang mubah, yaitu boleh memilih antara menunaikannya atau membayar kaffarah.
(4). Jika nadzarnya berupa kemaksiatan yang bukan termasuk kesyirikan, maka tidak boleh ditunaikan. Nadzarnya tetap sah, namun wajib untuk membayar kaffarah.
(5). Jika nadzarnya berupa perbuatan syirik, maka nadzarnya tidak sah dan dia tidak boleh menunaikannya. Tidak ada kewajiban untuk membayar kaffarah , namun pelakunya harus bertaubat karena telah berbuat syirik akbar. (Lihat dalam Mutiara Faidah Kitab Tauhid)
Jika Tidak Bisa Menunaikan Nadzar
Jika seseorang telah bernadzar, maka wajib hukumnya untuk menunaikannya. Jika dia tidak bisa menunaikannya, maka wajib membayar kaffarah (denda). Kaffarah nadzar sama dengan kaffarah sumpah, yaitu membebaskan seorang budak, memberi makan sepuluh orang miskin, atau memberi pakaian sepuluh orang msikin. Jika tidak bisa melakukan ketiganya, maka dia harus berpuasa tiga hari. Allah Ta’ala berfirman tentang kaffarah sumpah yang artinya, “… maka kaffarah (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffarahnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarah sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). “ (QS. Al Maidah : 89)
Nadzar Jangan Menjadi Kebiasaan
Perkara yang patut direnungkan oleh mereka yang sering bernadzar adalah hendaknya nadzar jangan dijadikan kebiasaan, walaupun berbentuk mutlak dan tidak dimaksudkan untuk mengharapkan ganti dari Allah Ta’ala, karena terkadang pelaku nadzar tidak mampu menunaikannya dengan sempurna dan dalam pelaksanaannya mengandung banyak kesalahan dan kekurangan, sehingga dirinya terjatuh dalam perbuatan dosa.
Adapun bernadzar kepada Allah dengan mengharapkan ganti, seyogyanya ditinggalkan, karena hal tersebut ciri orang yang pelit dalam beramal. Pelakunya telah disifati oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai orang yang pelit. Seorang yang pelit tidaklah mau untuk beramal hingga syarat yang dia ajukan terpenuhi, sehingga tidak ubahnya seperti seorang pedagang yang mengharapkan imbalan. Namun demikian perbuatan menunaikan nadzar merupakan perbuatan ibadah karena merupakan sesuatu yang dipuji oleh Allah sebagaimana keterangan yang telah lalu.
Semoga tulisan ringkas ini bermanfaat. Kita berharap dan senantiasa memohon kepada Allah Ta’ala agar meneguhkan kita di atas jalan tauhid dengan mempelajarinya, mengamalkannya, dan juga mendakwahkannya. Wa shallallahu ‘alaa nabiyyina Muhammad.
Penyusun : dr. Adika Mianoki (Alumni Ma’had Al’Ilmi)
Murojaah : Ust. Afifi Abdul Wadud, BIS
Pertanyaan
Apa hukuman bagi seseorang yang tidak bisa menunaikan nadzar?